TARAJU
Karya: Zul Adrian Azizam
Rerumputan
bergoyang ke sana ke mari mengikuti semilir angin. Saat itu angin berhembus
dengan sangat sederhana. Tidak terlalu kencang ataupun pelan. Sehingga menjadi
teman berharga bagi anak-anak lapangan. Bukan untuk bermain bola melainkan mencoba
menerbangkan sesuatu mengangkasa, bisa jadi itu angan ataupun mimpi. Kondisi
angin yang demikian membuat sesutu itu menjadi lebih cepat mengangkasa tanpa
harus berputar-putar dulu kemudian menukik dan kembali naik hingga jatuh
menyentuh tanah.
***
Senti
demi senti Andri memperhatikan batang bambu yang sepertinya sudah tua. Batang
tersebut tepat berada di depan rumahnya. Dia mencoba membayangkan sesuatu dari
sebatang bambu itu. Mencoba merenung dan memerhatikan. Tiba-tiba matanya tak
sengaja beralih ke langit. Tampak sebuah layang-layang mengudara begitu
indahnya, dengan lenggokannya yang sungguh menawan.
Saat itu juga ide menghampiri
pikirannya yaitu membuat layang-layang. Belum pernah sebelumnya ia membuat itu
tapi pernah membaca tata cara membuatnya di buku pelajaran sekolah dan beberapa
kali melihat kakeknya membuat itu untuk di jual. Dulu kakek memang penjual
layang-layang di saat barang itu menjadi primadona bagi anak-anak. Tidak
sekarang.
Sekarang anak-anak tidak lagi
terlalu meminati bermain di lapangan; untuk menerbangkan layangan atau bermain
sepak bola. Tempat seperti warnet (warung internet) lebih diminati untuk browsing,
game online, dan apapun itu. Mungkin mengikuti perkembangan zaman yang
serba teknologi bahkan sepak bola sudah bisa dimainkan di gedget tanpa
harus berpanas-panasan. Sudahlah, itu perkembangan zaman, kembali ke cerita
layang-layang kakek.
Layang-layang yang dibuat kakek dulu
sangat digemari oleh anak-anak di masanya. Berbagai macam dibuatnya ada layang
darek, layang maco – entah dari mana asal muasal nama itu, yang
bentuknya berbeda-beda. Anak-anak sering memainkan layang maco karena
bentuknya yang kecil seperti ketupat dan aman dimainkan anak-anak karena
tekanan anginnya tidak terlalu besar. Sedangkan layang darek banyak dimainkan
oleh anak remaja hingga orang dewasa karena bentuknya yang cukup besar dan
membutuhkan keahlian khusus untuk menerbangkannya.
Andri melihat layang darek di
atas sana sehingga juga ingin membuat layangan seperti itu. Tidak terlalu
besarlah buat dia yang sudah kelas XI atau dua SMA. Diambilnya parang ke dapur
rumahnya dan ditebasnya sebatang bambu yang dirasanya cukup untuk membuat
sebuah layang-layang. Kemudian dipotong-potongnyabambu tersebut dan dibuat
seperti lidi-lidi yang tipis tapi kuat. Kakeknya hanya melihat dari balik
jendela.
Andri masih aman dengan ingatan cara
membuat layang-layang. Sampai akhirnya dia mengalami kesulitan dalam menyatukan
lidi-lidi dari bambu itu dengan benang. Merasa sudah tidak mampu dia pun
langsung memanggil kakek untuk meminta bantuannya.
“Angku, bagaimana cara
mengikat lidi-lidi bambu ini menjadi layang-layang,” tanya Andri pada kakeknya
yang biasa dipanggil Angku
Kakeknya masih terdiam dan terlihat dia sedang
tertawa kecil. Andri tidak tau apa yang diketawakan oleh kakeknya.
“An,
kamu sudah kelas XI tapi masih saja belum bisa membuat layang-layang. Angku
dari kelas 2 SD sudah bisa membuatnya” ucap kakek pada Andri sembri mengusap
kepala sang cucu
Seketika, Andri tertunduk dan terdiam seribu
bahasa. Tak ada pembelaan yang ingin dilakukannya. Tidak seperti biasanya yang
mempunyai seribu alasan ketika dia merasa tersudut atau disalahkan.
“Tidak
apa-apa, An. Angku salut padamu. Di luar sana tidak banyak yang ingin
memainkan ini lagi apalagi membuatnya. Tapi kamu masih berusaha untuk
menyelesaikannya sendiri,” puji kakeknya
Sontak, setelah mendengar penjelasan kakeknya,
Andri terkejut dan bangkit dari keterdiamannya. Begitu tidak yakinnya Andri
menanyakan kembali, “benarkah, Ngku?”, kakek hanya terlihat menganggukan
kepala seraya tersenyum.
Tidak
menunggu lama, kakek pun memeriksa yang dikerjakan Andri. Sudah sesuai atau
belum. Mulai dari mencek keseimbangan lidi-lidi bambu dan ternyata tatapan
tajam kembali mengarah ke Andri.
“An,
ini belum benar. Coba kamu lihat. Sudah seimbang atau belum?” kakek menanyakan
kepada Andri sambil kakek meletakkan lidi-lidi bambu di jarinya untuk melihat
keseimbangannya. Andri pun memerhatikan dengan seksama.
“iya
ya, Ngku. Tidak seimbang, bagian kanan sepertinya lebih berat daripada
yang kiri,” jawab Andri
“Nah,
kalau seperti ini harus diraut lagi, An. Biar seimbang dan bisa terbang dengan
baik.” penjelasan kakek
Kakek pun memperlihatkan cara merautnya yang benar.
Andri memerhatikannya. Tidak sekedip pun ia lewati.
Sesudah
lidi-lidi bambu itu seimbang, kakek mengikatkan satu demi satu agar terbentuk
seperti bingkai layang-layang. Kembali Andri hanya mengamati dengan seksama
sambil menolongkan kakek untuk mengambilkan apa yang dibutuhkannya.
Terbentuklah
bingkai layang darek, kakek kembali menyerahkan penyelesaiannya kepada
Andri.
“Sudah,
An. Ini sudah berbentuk, sekarang giliran kamu memvariasikannya dan
menyelesaikannya.” ucap kakek kepada Andri yang kembali masuk ke dalam rumah.
Andri kembali memerhatikan dengan seksama bingkai layang
darek tersebut. Memikirkan warna apa yang akan diberikan dan variasinya.
Tiba-tiba
tercetus ide untuk memberikan warna merah dan putih; merah di bagian atasnya
dan putih di bagian bawahnya. Terinspirasi dari bendera Indonesia. Sangat
nasionalis sekali.
Andri
menggunting kertas minyak agar sesuai dengan pola bingkai layangan dan kemudian
merekatkannya dengan lem agar terlihat rapi. Tidak lupa, dia juga memberikan
juntaian ekor di paling bawahnya dengan menempelkan guntingan-guntingan kertas minyak
hingga terjuntai panjang.
Tidak
membutuhkan lama selesai juga layang-layang hasil buatannya sendiri yang
dibantu kakek. Terlihat kepuasan di raut wajahnya. Andri pun ingin
memperlihatkannya kepada kakeknya untuk dinilai. Apakah sudah sesuai atau belum.
Itu sudah dapat dikatakan layang-layang.
“Ngku,
layanganku sudah siap,” ujar Andri pada kakeknya dengan raut wajah senang
Kakek pun melihat hasil kerja sang cucu.
Dibolak-baliknyalah layangan tersebut. Setelah melihatnya, kakek melihat pada
Andri dan mengatakan, “kerjamu bagus, An.” Jempol pun diacungkan kakek.
“Sekarang
layanganmu sudah jadi, tapi tidak mungkin kamu lihat-lihat sajakan, An? Agar
dapat diterbangkan, kamu harus membuat tarajunya. Coba buat.” penjelasan
kakek pada Andri sambil menyuruhnya untuk menyelesaikannya agar bisa mengudara.
“Iya,
Ngku. Saya coba untuk membuat tarajunya,” jawab Andri
Andri pun mulai membuat taraju. Dibuatnya
lubang di kecil di tengah-tengah layangan (dekat dengan tempat penyilangan
rangka bambu), dimasukkannya benang layangan ke lubang dan diikatkan ke titik
persilangan, yang kemudian mengikatkan ujung yang lain ke ujung bawah rangka
layangan. Kira-kira talinya 90 cm).
Sepertinya
sudah siap untuk mengudara. Tampak Andri sumringah karena menyelesaikan tahap
akhir pembuatan layang-layang sebelum diterbangkan. Sebelumnya Andri memberikan
ekor di paling bawah layang-layang dengan menempelkan kertas minyak yang sudah
dipotong-potong menjadi beberapa bagian dan kemudian disambungkan hingga
terlihat panjang. Setelah semuanya terselesaikan Andri kembali ingin
memperlihatkan kerjanya pada kakek.
“Ngku,
layanganku sudah siap dan siap mengudara.” sahut Andri pada kakeknya.
“Iya,
An? Sekarang coba kamu berlari dari ujung sana ke sini sambil memegang tarajunya.”
perintah kakek pada Andri
Andri dengan segera berlari sambil memegangi taraju
layangannya seperti terbang. Angin saat itu berhembus dengan sederhana.
Ternyata layangan sering menukik dan berputar-putar diudara. Tidak bisa
mengudara dengan baik.
“Kenapa
layangannya Ngku? Kok tak bisa terbang?” tanya Andri heran pada
kakeknya
Kakek pun melihat raut wajah yang penuh tanda tanya
dari mata cucunya. “Itu karena kamu tidak seimbang dalam membuat tarajunya;
antara yang kanan dan kiri. Sebelum mengikatnya, kamu lihat dulu apakah sudah
seimbang yang kiri dan yang kana. Kalau sudah baru kamu ikat.” penjelasan kakek
“Oh.
Seperti itu ya Ngku.” Andri kembali memperbaiki taraju
layangannya. Hingga saatnya layangan tersebut benar-benar benar dan bisa untuk
terbang
***
Angin
berhembus dengan sederhana. Rerumputan menari-nari dan mentari sudah sedikit
bersembunyi di balik awan-awan. Andri membawa layangannya ke lapangan. Ingin
menerbangkannya karena sepertinya cuaca sangat mendukung. Diikatkannya tali
layangan yangsangat panjang ke taraju. Dia meminta kepada temannya untuk
memegang layangannya dan dia siap-siap untuk menariknya. Sekali tarikan saja
layangannya mengangkasa. Begitu indah lenggokannya. Dia berusaha untuk
menjaganya agar tetap mengudara. Ditarikulurnya benangnya. Sangat senang hati
Andri melihat layangannya mengudara tinggi.
Sedang
asyik-asyik bermain, tiba angin kencang datang dan membuat layangannya terbang
tidak teratur, terkadang menukik dan naik lagi. Itu terjadi beberapa kali.
Sudah ditarikulurnya lagi benang layangannya tapi tidak juga. Sampai akhirnya
layangan itu terputus oleh angin yang kencang di atas sana dan tidak sanggup
ditopang oleh benang layangannya. Sontak, anak-anak yang asyik bermain dan
melihat layangan langsung berhamburan dan mengejar layangan Andri yang putus
tertiup angin. Anak-anak terus mengamati arah layangan itu – tak sekedip pun
hilang.
Begitu
pula dengan Andri, ia langsung berlari dan mengejar layangannya. Ia tidak mau
perjuangannya membuat layang-layang menjadi sia-sia.
Andri
terdiam dan terpaku. Permainan yang sudah dibuatnya dengan susah payah hanya
bisa dimainkan beberapa saat saja. Andri langsung pulang ke rumah dengan lesu
dan pandangan tertunduk Sambil menendang kerikil-kerikil yang ia lihat.
Sesampainya di rumah, dia tidak
langsung masuk ke dalam. Dia duduk dulu di depan rumah dan tiba-tiba kakek
mengejutkannya yang kemudian duduk di sampingnya. “mana layanganmu, An?”
Awalnya Andri hanya diam dan tertunduk beberapa saat dan kemudian menjawab
pertanyaan kakek “Putus karena angin Ngku.”
Kakek hanya tertawa dan kemudian
berdiri dan melihat langit seraya menghela napas panjang.
“An, layangan itu terbang dan
kemudian terputus. Begitu pula dengan manusia, hidup dan kemudian mati. Apabila
layangan masih mampu seimbang maka makin lama ia mengudara dengan tenang.
Sedikit saja kesenjangan maka itu akan membuatnya menukik dan kemudian
terjatuh. Angin menerpa layanganmu dan kemudian terputus. Itu karena tidak
seimbang kekuatan tali dengan ukuran layanganmu. Sekarang ini menjadi barang
langka. Tidak banyak orang memainkannya dan memahami permainannya.” penjelasan
kakek panjang lebar
Andri hanya melongo karena belum
terlalu paham dari penjelasan kakek. Kakek pun menimpali penjelasannya tadi
“kau akan paham seiring usiamu berjalan, An.” Senyaman apapun kedudukan yang
pernah dirasakan tetapi apabila keangkuhan menduduki. Itu tidak akan lama.
***
* Cerpen "Taraju" dimuat di Harian Singgalang edisi Minggu, 25 September 2016.
bang, maaf yaaa baru bisa baca dan komen
ReplyDeletecerpennya, jalan cerita bagus dan ada nasihat yang di jelaskan di akhir cerita.
jadi bermanfaat...
tapi masih ada sedikit typo yaaaa,
tapi tetap bagus kok, keren!
hehe terima kasih, Sy. Typo yang selalu menggangguku. Semoga bisa semakin teliti lagi.
Delete